Sabtu, 27 Desember 2014

Riwayat “HARI SUKARELAWAN PMI”

“Hari Sukarelawan PMI”
Toto Endargo


26 Desember 2004
   Hari Minggu, 26 Desember 2004 telah menjadi hari paling bersejarah bagi rakyat Aceh dan juga Indonesia. Gempa sangat dahsyat yang mengoyak Aceh berkekuatan 9,3 Skala Richter diikuti gelombang tsunami Samudera Hindia setinggi 10 meter telah menewaskan lebih dari 283.000 orang tewas, 14.000 orang hilang dan 1.126.900 kehilangan tempat tinggal. 
   Gempa dan tsunami tersebut melanda ke sekitar delapan negara. Antara lain Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar, Bangladesh, Srilangka, India, Maladewa, Somalia dan Kenya. 
   Di Indonesia akibat dari gempa bumi dan tsunami tersebut menelan lebih 173.741 jiwa meninggal dan 116.368 orang dinyatakan hilang, sedangkan di Sumatera Utara sekitar 240 orang tewas. 
   Tsunami Aceh mengakibatkan ribuan rumah dan bangunan rusak, menyebabkan hampir setengah juta orang jadi pengungsi. Di Banda Aceh, sekitar 50% dari semua bangunan rusak terkena tsunami. Tentu saja ratusan ribu korban yang meninggal pada saat itu telah meninggalkan jejak kuburan massal dan kesedihan yang luar biasa dan masih menderai melalui air mata sanak saudara, sebangsa dan setanah-air.

Aceh Lumpuh 
   Kondisi Aceh benar-benar kacau, berantakan dan mengiris sukma. Di setiap tempat terdapat jenazah dalam kondisi mengenaskan. Penduduk yang berhasil selamat pun tak mampu menyelamatkan korban yang terluka. Banyak korban luka yang meninggal dunia, karena tidak mendapatkan perawatan medis. 
   Nyaris tak ada lagi makanan yang bisa dimakan. Air bersih tak tersedia hingga kelaparan pun melanda. Bagi yang selamat dan berada di pengungsian darurat hampir setiap waktu dapat menyaksikan ada warga yang kemudian menghembuskan napas terakhirnya. Tak jarang ada yang tidur bersama mayat, orang yang sudah meninggal, padahal beberapa waktu sebelumnya masih bisa bercakap-cakap. 
Nias Terdampak Tsunami
   Pada tanggal 26 Desember 2004, gempa bumi Samudra Hindia 2004 itu pun berdampak dan melanda wilayah pantai barat Pulau Nias sehingga memunculkan tsunami setinggi 10 meter di daerah Sirombu dan Mandrehe. Korban jiwa akibat insiden ini berjumlah 122 jiwa dan ratusan keluarga kehilangan rumah.
Respon Sukarelawan

   Merespon bencana adalah tugas mulia, dan Sukarelawan PMI melakukannya dengan segala daya upaya. 
   Sebelum matahari terbenam di Aceh tanggal 26 Desember 2004, dua ratus tenaga Sukarelawan lokal telah memberikan pertolongan pertama. Banyak dari mereka, Sukarelawan itu juga kehilangan orang-orang yang mereka kasihi.
   Selama tiga bulan, lebih dari 2.200 Sukarelawan PMI dari 27 Provinsi di Indonesia pergi ke Aceh dan Nias untuk bertugas bergilir selama dua minggu. Mereka bekerja sepanjang hari untuk melaksanakan tugas yang tragis tapi perlu, seperti mengevakuasi mayat pria, wanita, anak-anak yang menjadi korban Tsunami. Dan tiga bulan kemudian, tepatnya 28 Maret 2005 ketika gempa kembali mengguncang Pulau Nias, proses ini terulang lagi. 
   Seperti astronot di bulan, dengan pakaian anti bakteri dan penahan bau, para sukarelawan PMI berjalan di sepanjang garis pantai Aceh yang tidak lagi mereka kenal, mencari dan mengangkut sekitar 45.000 mayat selama tiga bulan.


Pencanangan “Hari Sukarelawan PMI”
   Dari fakta lapangan atas kehandalan para sukarelawan maka PMI bersama pemerintah mengambil momentum ini sebagai pancang atau tonggak gerakan pendalaman kesukarelawanan yang akan terus melekat dalam kebijakan-kebijakan pemerintah terkait pembangunan manusia Indonesia yang memiliki semangat "Tujuh Prinsip Palang Merah" yaitu semangat kemanusiaan, kesamaan, kenetralan, kemandirian, kesukarelaan, kesatuan dan kesemestaan. 


   Mencermati segala dedikasi, pengorbanan dan bakti relawan terhadap kemanusiaan dan semangat dalam kebersamaan, bersatu padu untuk negeri dan perdamaian dalam peristiwa tragedi bencana Aceh ini maka Presiden Republik Indonesia Bambang Susilo Yudhoyono pada tahun 2005 setahun setelah bencana Tsunami melanda di wilayah Sumatera, menetapkan tanggal 26 Desember sebagai “Hari Sukarelawan PMI”
   "Hari Sukarelawan PMI" adalah bentuk apresiasi Pemerintah dan PMI kepada Relawan yang merupakan pahlawan kemanusiaan. Kerelawanan merupakan sebuah nilai universal yang telah ada sejak permulaan terbentuknya kebudayaan manusia. Suatu nilai kemanusiaan yang sederhana, yaitu gotong royong, “menolong orang” atau “menolong sesama”. 
   Selain sebagai nilai universal juga sebagai jantung dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Henry Dunant juga telah menanamkan visi tentang kekuatan kerelawanan ini yang terus hidup dan semakin kuat di dunia.
   Harapannya seiring dengan ditetapkannya “Hari Sukarelawan PMI” kiranya dapat memotivasi lebih banyak kaum muda bergabung menjadi sukarelawan untuk program-program kemanusiaan. Rela sepenuh hati mengabdikan diri menjadi pekerja kemanusiaan. Rela untuk mengambil peran dalam pemulihan paska bencana. Rela mendampingi warga di pengungsian, turut melakukan evakuasi dan berbagai sosialisasi tentang penanganan masalah-masalah kesehatan, mengatasi dan mengurangi beban psikologis warga yang tertimpa berbagai bentuk bencana.
   Ketua PMI Pusat, Bapak Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla menyatakan bahwa “Relawan adalah jantung dari Gerakan Palang Merah dan Bulat Sabit Merah Internasional”.
Penanganan PMI terhadap Bencana Aceh
   Sebagai sebuah bencana, gempa dan tsunami Aceh-Nias telah membawa pelajaran berarti dalam hal tanggap darurat, prosedur tetap kebencanaan, struktur badan kebencanaan, koordinasi terkait bencana, mitigasi bencana -serangkaian upaya untuk mengurangi bencana-, pembangunan infrastruktur, yang terjadi di Indonesia dan menjadikan sebagai sebuah referensi penting serta kuat. Semua itu menjadi sebuah pelajaran berarti yang terus ditanamkan secara kuat dalam kebijakan-kebijakan yang di ambil oleh pemerintah.
   PMI berhasil mempertemukan 4000 orang yang akhirnya bisa bertemu kembali dengan keluarganya, sementara untuk program pembangunan kembali rumah warga, PMI membantu 20.000 rumah permanen kepada 20.000 keluarga, sementara untuk air bersih serta promosi kesehatan, sejak masa tanggap darurat Aceh, sebanyak 1, 5 juta liter air disistribusikan untuk warga setiap hari, dan sebanyak 100.000 jiwa mendapatkan manfaat program promosi kesehatan berbasis masyarakat, dan PMI berhasil memberikan program livelihood yaitu program untuk mengarahkan agar masyarakat memiliki ketahanan dalam menunjang pemulihan atau perbaikan akibat goncangan/tekanan akibat bencana kepada 17.760 orang. 
   Sebuah kata puitis penuh makna sebagai penghargaan kepada para Relawan:
"Relawan tak dibayar bukan karena tak bernilai, tetapi karena tidak ternilai"   -  Anies Baswedan.



Tidak ada komentar: