Henry Dunant
Jean Henri Dunant, lahir 8 Mei 1828 di Jenewa, Swiss, dikenal dengan nama Henry Dunant adalah putra pertama dari pengusaha Jean-Jacques Dunant dan istrinya Antoinette Dunant-Colladon. Keluarganya adalah penganut mashab Kalvin yang taat serta mempunyai pengaruh yang signifikan di kalangan masyarakat Jenewa. Kedua orangtuanya menekankan pentingnya nilai kegiatan sosial.
Ayahnya aktif membantu anak yatim-piatu dan narapidana yang menjalani bebas bersyarat, sedangkan ibunya melakukan kegiatan sosial membantu orang sakit dan kaum miskin. Dunant tumbuh pada masa kebangkitan kesadaran beragama yang dikenal dengan nama Reveil. Pada usia 18 tahun, dia bergabung dengan Perhimpunan Amal Jenewa.
Pada tahun berikutnya, bersama teman-temannya, dia mendirikan perkumpulan yang disebut ”Thursday Association”, sebuah kelompok anak muda tanpa ikatan keanggotaan resmi yang melakukan pertemuan rutin untuk mempelajari Bibel dan menolong kaum miskin. Waktu senggangnya banyak dia habiskan untuk mengunjungi penjara dan melakukan kegiatan sosial.
Pada tanggal 30 November 1852, Dunant mendirikan cabang YMCA di Jenewa. Tiga tahun kemudian, dia berpartisipasi dalam pertemuan Paris yang bertujuan membentuk YMCA menjadi sebuah organisasi internasional. Young Men's Christian Association (YMCA) adalah organisasi yang memberikan fasilitas-fasilitas kepada anak-anak muda. Kini menjadi kenyataan organisasi Kristen ini mendunia, kini beranggotakan lebih dari 58 juta orang terdiri dari 125 asosiasi kebangsaan
Pada tahun 1849, ketika berusia 21, Dunant terpaksa meninggalkan Kolese Kalvin (College Calvin) karena prestasi akademisnya buruk. Dia kemudian menjadi pekerja magang di perusahaan penukaran uang bernama Lullin et Sautter. Setelah masa magangnya selesai dengan prestasi baik, dia diangkat sebagai karyawan bank tersebut.
Henry Dunant |
Pada tahun 1856, Dunant mendirikan perusahaan yang beroperasi di wilayah-wilayah jajahan luar negeri dan, setelah memperoleh konsesi lahan dari Aljazair yang ketika itu berada di bawah pendudukan Prancis, dia juga mendirikan perusahaan perkebunan dan perdagangan jagung bernama Société financière et industrielle des Moulins des Mons-Djémila (Perusahaan Keuangan dan Industri Penggilingan Mons-Djémila). Namun, lahan dan hak atas air yang dijanjikan tidak kunjung ditetapkan dengan jelas, sedangkan otoritas kolonial di Aljazair juga bersikap kurang kooperatif. Oleh karena itu, Dunant memutuskan untuk meminta bantuan secara langsung kepada Kaisar Napoleon III dari Perancis, yang ketika itu sedang berada di Lombardi bersama pasukannya.
Prancis sedang berperang di pihak Piedmont-Sardinia melawan Austria, yang ketika itu menduduki banyak dari wilayah yang dewasa ini bernama Italia. Markas Napoleon terletak di kota kecil bernama Solferino. Dunant menulis sebuah buku yang isinya penuh sanjungan dan pujian bagi Napoleon III untuk dia hadiahkan kepada kaisar tersebut. Kemudian dia melakukan perjalanan ke Solferino untuk bertemu secara pribadi dengan Napoleon III.
Pertempuran Solferino
Dunant tiba di Solferino pada petang hari tanggal 24 Juni 1859, tepat ketika pertempuran antara kedua pihak tadi baru saja selesai. Sekitar 38 ribu prajurit bergeletakan di medan tempur dalam keadaan terluka, sekarat, atau tewas, dan tidak tampak ada upaya yang berarti yang dilakukan untuk memberikan perawatan kepada mereka.
Dunant tiba di Solferino pada petang hari tanggal 24 Juni 1859, tepat ketika pertempuran antara kedua pihak tadi baru saja selesai. Sekitar 38 ribu prajurit bergeletakan di medan tempur dalam keadaan terluka, sekarat, atau tewas, dan tidak tampak ada upaya yang berarti yang dilakukan untuk memberikan perawatan kepada mereka.
Dalam keadaan terguncang melihat pemandangan itu, Dunant berinisiatif mengerahkan penduduk sipil setempat, terutama kaum perempuan, untuk memberikan pertolongan kepada para prajurit yang terluka dan sakit. Karena persediaan alat-alat dan obat-obatan yang diperlukan tidak memadai, Dunant sendiri mengatur pembelian material yang dibutuhkan itu serta membantu mendirikan rumah sakit darurat.
Dia berhasil meyakinkan penduduk setempat untuk melayani para korban luka tanpa melihat di pihak mana mereka bertempur, sesuai dengan slogan “Tutti fratelli” (Kita semua bersaudara) yang diciptakan oleh kaum perempuan dari kota Castiglione delle Stiviere tak jauh dari tempat itu. Dia juga berhasil membujuk pihak Prancis untuk membebaskan dokter-dokter Austria yang mereka tawan.
Sekembalinya ke Jenewa pada awal bulan Juli, Dunant memutuskan menulis sebuah buku tentang pengalamannya itu, yang kemudian dia beri judul Un Souvenir de Solferino (Kenangan Solferino). Buku ini diterbitkan pada tahun 1862 dengan jumlah 1.600 eksemplar, yang dicetak atas biaya Dunant sendiri.
Dalam buku ini, Dunant melukiskan pertempuran yang terjadi, berbagai ongkos pertempuran tersebut, dan keadaan kacau-balau yang ditimbulkannya. Dia juga mengemukakan gagasan tentang perlunya dibentuk sebuah organisasi netral untuk memberikan perawatan kepada prajurit-prajurit yang terluka. Buku ini dia bagikan kepada banyak tokoh politik dan militer di Eropa.
Gustave Moynier |
Henri Dufour |
Keempat anggota lain dalam Komite ini ialah Gustave Moynier, jenderal angkatan bersenjata Swiss bernama Henri Dufour, dan dua orang dokter yang masing-masing bernama Louis Appia dan Theodore Maunoir.
Komite ini mengadakan pertemuan yang pertama kali pada tanggal 17 Februari 1863, yang sekarang dianggap sebagai tanggal berdirinya Komite Internasional Palang Merah (ICRC).
Theodore Maunoir |
Dari awal, Moynier dan Dunant saling berbeda pendapat dan bertikai menyangkut visi dan rencana mereka masing-masing, dan ketidak-sepahaman mereka itu semakin lama semakin besar.
Moynier menganggap ide Dunant tentang perlunya ditetapkan perlindungan kenetralan bagi para pemberi perawatan sebagai gagasan yang sulit diterima akal serta menasihati Dunant untuk tidak bersikeras memaksakan konsep tersebut.
Louis Appia |
Pada bulan Oktober 1863, 14 negara berpartisipasi dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Komite tersebut di Jenewa untuk membahas masalah perbaikan perawatan bagi prajurit terluka. Namun, Dunant sendiri hanya menjadi ketua protokoler dalam pertemuan tersebut sebagai akibat dari usaha Moynier untuk memperkecil perannya.
Setahun kemudian, pada tanggal 22 Agustus 1864, sebuah konferensi diplomatik yang diselenggarakan oleh Parlemen Swiss membuahkan hasil berupa ditandatanganinya Konvensi Jenewa Pertama oleh 12 negara. Untuk konferensi ini pun, Dunant hanya bertugas sebagai pengatur akomodasi bagi peserta.
Dunant Pailit
Bisnis Dunant di Aljazair mengalami kemunduran, sebagian karena devosinya pada cita-cita humanistiknya sendiri. Pada bulan April 1867, bangkrutnya perusahaan keuangan Crédit Genevois mengakibatkan sebuah skandal yang melibatkan Dunant. Dia dipaksa menyatakan pailit dan divonis bersalah oleh Pengadilan Dagang Jenewa pada tanggal 17 Agustus 1868 atas praktik penipuan dalam kasus kebangkrutan tersebut.
Henry Dunant |
Pada tanggal 25 Agustus 1868, dia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Sekretaris Komite dan, pada tanggal 8 September, dia dikeluarkan sepenuhnya dari Komite. Moynier, yang menjadi Presiden Komite sejak 1864, berperan besar dalam menyingkirkan Dunant dari Komite.
Pada bulan Februari 1868, ibu Dunant meninggal dunia. Pada akhir tahun itu, Dunant juga dikeluarkan dari YMCA. Pada bulan Maret 1867, dia meninggalkan kota kelahirannya, Jenewa, dan tidak pernah kembali lagi ke sana.
Jegalan Gustave Moynier
Pada tahun-tahun berikutnya, Moynier tampaknya berusaha mempergunakan pengaruhnya untuk memastikan bahwa Dunant jangan sampai menerima bantuan atau dukungan dari teman-temannya. Misalnya, hadiah medali emas Sciences Morales di Pekan Raya Dunia Paris tidak jadi diberikan kepada Dunant sesuai rencana semula, tetapi diberikan kepada Moynier, Dufour, dan Dunant bersama-sama sehingga seluruh uang hadiah tersebut menjadi hak Komite.
Tawaran Napoleon III untuk mengambilalih separuh dari kewajiban utang Dunant dengan syarat teman-teman Dunant menjamin pelunasan yang separuh lagi juga digagalkan oleh usaha Moynier.
Usaha Mewujudkan Gagasan
Dunant pindah ke Paris dan hidup di sana dalam keadaan berkekurangan. Namun, dia terus berupaya mewujudkan gagasan dan rencana kemanusiaannya.
Selama berlangsungnya Perang Prancis-Prusia (1870-1871), dia mendirikan Perhimpunan Bantuan Kemanusiaan Bersama dan, tak lama setelah itu, dia mendirikan Aliansi Bersama untuk Ketertiban dan Peradaban.
Dunant berargumen tentang perlunya diadakan perundingan perlucutan senjata dan perlunya didirikan sebuah pengadilan internasional untuk memediasi konflik internasional. Kemudian, dia mengupayakan terbentuknya perpustakaan dunia, sebuah gagasan yang mempunyai gema dalam berbagai proyek di kemudian hari, antara lain UNESCO - United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB.
Dalam usahanya yang tak pernah berhenti untuk menganjurkan dan mewujudkan gagasan-gagasannya, Dunant semakin mengabaikan situasi keuangan pribadinya sehingga dia semakin terlilit utang dan dijauhi oleh kenalan-kenalannya.
Meskipun diangkat sebagai anggota kehormatan Perhimpunan Palang Merah Austria, Belanda, Swedia, Prusia, dan Spanyol, dia nyaris dilupakan dalam perjalanan resmi Gerakan Palang Merah, pun ketika Gerakan ini berkembang pesat ke negara-negara lain.
Dunant hidup dalam kemiskinan dan berpindah-pindah tempat antara 1874-1886, termasuk Stuttgart, Roma, Korfu, Basel, dan Karlsruhe. Di Stuttgart, Dunant bertemu mahasiswa Universitas Tübingan (Tübingen University) bernama Rudolf Müller dan kemudian bersahabat karib dengannya.
Mencatat Pengalaman Hidup
Pada tahun 1881, bersama-sama dengan sejumlah teman dari Stuttgart, Dunant untuk pertama kalinya pergi ke Heiden, sebuah desa peristirahatan di Swiss. Pada 1887, ketika tinggal di London, dia mulai menerima bantuan keuangan bulanan dari sejumlah kerabat jauh. Ini memungkinkan dia untuk hidup dalam kondisi keuangan yang lebih aman. Dunant pindah ke Heiden pada bulan Juli 1887 dan tinggal di desa tersebut selama sisa hidupnya. Sejak 30 April 1892, dia tinggal di rumah sakit dan panti jompo yang dipimpin oleh Dr. Hermann Altherr.
Di Heiden, dia bertemu dengan seorang guru muda bernama Wilhelm Sonderegger dan istrinya Susanna. Mereka mendorongnya untuk mencatat pengalaman hidupnya. Istri Sonderegger mendirikan cabang Palang Merah di Heiden dan, pada tahun 1890, Dunant menjadi presiden kehormatan cabang tersebut. Dengan adanya Sonderegger, Dunant berharap akan dapat mempromosikan gagasan-gagasannya lebih lanjut, termasuk menerbitkan edisi baru bukunya.
Namun, persahabatan mereka di kemudian hari menjadi tegang karena Dunant melontarkan tuduhan yang tak dapat dibenarkan bahwa Sonderegger, bersama Moynier di Jenewa, berkonspirasi menentangnya. Sonderegger meninggal pada tahun 1904, di usianya yang baru mencapai 42 tahun.
Meskipun hubungan mereka tegang, Dunant sangat terharu dengan kematian Sonderegger yang tak terduga-duga itu. Kekaguman Wilhelm dan Susanna Sonderegger atas Dunant, yang tetap mereka rasakan walaupun Dunant melontarkan tuduhan tersebut, terwariskan kepada anak-anak mereka. Pada tahun 1935, putra mereka, yaitu René, menerbitkan kumpulan surat-surat yang ditulis Dunant kepada ayahnya.
HD the founder of the RC
Pada bulan September 1895, Georg Baumberger, editor kepala Die Ostschweiz, sebuah surat kabar yang terbit di St. Gall, menulis sebuah artikel tentang pendiri Palang Merah tersebut, yang pernah bertemu dan mengobrol dengannya ketika mereka sedang berjalan-jalan di Heiden sebulan sebelumnya.
Artikel ini berjudul “Henri Dunant, pendiri Palang Merah” (Henri Dunant, the founder of the Red Cross) dan muncul di sebuah majalah bergambar terbitan Jerman, Über Land und Meer. Dengan segera artikel ini direproduksi di berbagai media lain di seluruh Eropa. Artikel tersebut mendapat sambutan hangat sehingga Dunant kembali memperoleh perhatian dan dukungan khalayak. Dia kemudian menerima Hadiah Binet-Fendt Swiss dan sebuah surat dari Paus Leo XIII. Berkat bantuan dari janda tsar Rusia, yaitu Maria Feodorovna, dan donasi lain dari berbagai pihak, situasi keuangan Dunant sangat membaik.
Hadiah Nobel Perdamaian
Pada tahun 1901, Dunant menerima Hadiah Nobel Perdamaian pertama yang pernah dianugerahkan, yaitu atas perannya dalam mendirikan Gerakan Palang Merah Internasional dan mengawali proses terbentuknya Konvensi Jenewa.
Dokter militer Norwegia, Hans Daae, yang pernah menerima satu eksemplar buku tulisan Rudolf Müller itu, mengadvokasikan, berjuang membela kasus Dunant kepada Panitia Nobel. Hadiah tersebut adalah hadiah bersama yang diberikan kepada Dunant dan Frederic Passy, seorang aktivis perdamaian Prancis yang mendirikan Liga Perdamaian dan yang aktif bersama Dunant dalam Aliansi untuk Ketertiban dan Peradaban (Alliance for Order and Civilization).
Ucapan selamat resmi yang akhirnya diterima Dunant dari Gustave Moynier - Komite Internasional Palang Merah merepresentasikan rehabilitasi nama Dunant:
“Tak ada yang lebih layak untuk menerima kehormatan ini, karena Andalah yang empat puluh tahun yang lalu mendirikan organisasi internasional bantuan kemanusiaan bagi korban luka di medan tempur. Tanpa Anda, Palang Merah, yang merupakan prestasi kemanusiaan yang agung abad kesembilan belas, barangkali tak akan pernah diusahakan.”
Gustave Moynier dan Komite Internasional Palang Merah secara keseluruhan juga dinominasikan untuk Hadiah Nobel Perdamaian tersebut. Meskipun Dunant memperoleh dukungan dari kalangan luas dalam proses seleksi, dia tetap merupakan calon yang kontroversial. Sejumlah pihak berargumen bahwa Palang Merah dan Kovensi Jenewa justru membuat perang menjadi lebih menarik dan menggoda dengan meringankan sebagian dari penderitaan yang ditimbulkan perang.
Oleh karena itu, Müller dalam suratnya kepada Panitia Nobel menyampaikan pendapat bahwa hadiah tersebut perlu dibagi antara Dunant dan Passy, yang sempat menjadi calon utama untuk menjadi satu-satunya penerima hadiah tersebut dalam perdebatan yang terjadi selama berlangsungnya proses seleksi. Müller juga menyarankan bahwa sekiranya Dunant dianggap layak untuk menerima Hadiah Nobel, hadiah tersebut perlu segera diberikan kepadanya mengingat usianya yang telah lanjut dan kondisi kesehatannya yang sudah memburuk.
Keputusan Panitia Nobel untuk membagi hadiah tersebut antara Passy, seorang tokoh perdamaian, dan Dunant, seorang tokoh kemanusiaan, menjadi preseden bagi persyaratan mengenai seleksi penerima Hadiah Nobel Perdamaian yang berdampak signifikan pada tahun-tahun berikutnya.
Salah satu bagian dalam surat wasiat Nobel menyebutkan bahwa hadiah untuk perdamaian diberikan kepada orang yang berupaya mengurangi atau menghapuskan pasukan tetap (standing armies) atau berupaya untuk scara langsung mempromosikan konferensi perdamaian. Inilah yang membuat Passy secara alamiah terpilih menjadi calon penerima hadiah tersebut berkat usaha-usahanya di bidang perdamaian.
Salah satu bagian dalam surat wasiat Nobel menyebutkan bahwa hadiah untuk perdamaian diberikan kepada orang yang berupaya mengurangi atau menghapuskan pasukan tetap (standing armies) atau berupaya untuk scara langsung mempromosikan konferensi perdamaian. Inilah yang membuat Passy secara alamiah terpilih menjadi calon penerima hadiah tersebut berkat usaha-usahanya di bidang perdamaian.
Pemberian Hadiah Nobel untuk usaha-usaha di bidang kemanusiaan saja akan menjadi hal yang sangat mencolok, dan hal tersebut dianggap oleh sejumlah pihak sebagai penafsiran yang terlalu luas atas surat wasiat Nobel. Akan tetapi, satu bagian lain dalam surat wasiat Nobel menetapkan hadiah bagi orang yang berprestasi terbaik dalam meningkatkan “persaudaraan antarmanusia” (the brotherhood of people). Ini secara lebih umum bisa ditafsirkan sebagai pesan bahwa usaha-usaha kemanusiaan seperti yang dilakukan oleh Dunant itu juga terkait dengan usaha-usaha perdamaian. Penerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun-tahun berikutnya yang banyak jumlahnya itu dimasukkan ke dalam salah satu dari dua kategori yang untuk pertama kalinya ditetapkan oleh keputusan Panitia Nobel 1901 tersebut.
Hans Daae berhasil menaruh uang hadiah yang menjadi bagian Dunant, sebesar 104.000 franc Swiss, di sebuah bank di Norwegia dan mencegah uang tersebut diakses oleh para kreditor Dunant. Dunant sendiri tak pernah memakai sedikit pun dari uang tersebut dalam hidupnya.
Kematian dan Warisan
Di antara beberapa penghargaan lain yang diterima oleh Dunant pada tahun-tahun berikutnya ialah gelar doktor kehormatan dari Fakultas Kedokteran University of Heidelberg, yang diterimanya pada tahun 1903.
Henry Dunant |
Bahkan Dunant kadang-kadang mendesak juru masak panti jompo tersebut untuk mencicipi terlebih dulu jatah makanannya di hadapan dia agar dia terlindung dari kemungkinan diracuni. Meskipun mengaku tetap berkeyakinan Kristen, Dunant pada tahun-tahun terakhir hidupnya menolak dan menyerang Kalvinisme dan agama terorganisasi (organized religion) pada umumnya.
Menurut para juru rawatnya, tindakan terakhir yang dilakukan Dunant dalam hidupnya ialah mengirimkan satu eksemplar buku tulisan Müller kepada ratu Italia disertai surat pengantar dari Dunant sendiri.
Dunant meninggal dunia pada tanggal 30 Oktober 1910, dan kata-kata terakhirnya ialah “Kemana lenyapnya kemanusiaan?” Dunant meninggal hanya dua bulan setelah musuh bebuyutannya, Moynier. Meskipun ICRC menyampaikan ucapan selamat kepada Dunant atas penganugerahan Hadiah Nobel tersebut, kedua rival ini tak pernah berrekonsiliasi.
Sesuai keinginannya, Dunant dikuburkan tanpa upacara di Kompleks Pemakaman Sihlfeld di Zurich. Dalam surat wasiatnya, dia mendonasikan sejumlah uang untuk menyediakan satu “ranjang gratis” di panti jompo di Heiden tersebut, yang harus selalu tersedia untuk warga miskin kawasan itu.
Dia juga memberikan sejumlah uang, melalui akte notaris, kepada teman-temannya dan kepada organisasi amal di Norwegia dan Swiss. Sisa uangnya dia berikan kepada para kreditornya sehingga sebagian utangnya lunas. Ketidakmampuan Dunant untuk sepenuhnya melunasi utang-utangnya menjadi beban besar baginya hingga hari kematiannya.
Catatan 1:
Catatan 1:
1. Hari ulang tahunnya, 8 Mei, dirayakan sebagai Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Sedunia.
2. Panti jompo di Heiden yang dulu menampungnya itu sekarang menjadi Museum Henry Dunant.
3. Di Jenewa dan sejumlah kota lain ada banyak sekali jalan, lapangan, dan sekolah yang dinamai dengan namanya.
4. Penghargaan "Medali Henry Dunant", yang dianugerahkan setiap dua tahun oleh Komisi Tetap Gerakan Palang Merah dan Palang Merah Internasional, merupakan penghargaan tertinggi yang dianugerahkan oleh Gerakan.
2. Panti jompo di Heiden yang dulu menampungnya itu sekarang menjadi Museum Henry Dunant.
3. Di Jenewa dan sejumlah kota lain ada banyak sekali jalan, lapangan, dan sekolah yang dinamai dengan namanya.
4. Penghargaan "Medali Henry Dunant", yang dianugerahkan setiap dua tahun oleh Komisi Tetap Gerakan Palang Merah dan Palang Merah Internasional, merupakan penghargaan tertinggi yang dianugerahkan oleh Gerakan.
4. Kisah hidup Dunant diceritakan, dengan sejumlah unsur fiksi, dalam film D'homme à hommes (1948) yang dibintangi oleh Jean-Louis Barrault.
5. Masa hidup Dunant ketika Palang Merah didirikan ditampilkan dalam film produksi bersama internasional yang berjudul Henry Dunant: Red on the Cross (2006).
6. Pada tahun 2010, Takarazuka Revue menggelar drama musikal berdasarkan pengalaman Dunant di Solferino dan proses pendirian Palang Merah. Drama musikal ini berjudul Fajar di Solferino, atau Kemana Lenyapnya Kemanusiaan?.
Catatan 2:
1. Jean Henri Dunant, lahir 8 Mei 1828 – meninggal 30 Oktober 1910 pada umur 82 tahun, dikenal dengan nama Henry Dunant, adalah pengusaha dan aktivis sosial Swiss.
5. Masa hidup Dunant ketika Palang Merah didirikan ditampilkan dalam film produksi bersama internasional yang berjudul Henry Dunant: Red on the Cross (2006).
6. Pada tahun 2010, Takarazuka Revue menggelar drama musikal berdasarkan pengalaman Dunant di Solferino dan proses pendirian Palang Merah. Drama musikal ini berjudul Fajar di Solferino, atau Kemana Lenyapnya Kemanusiaan?.
Catatan 2:
1. Jean Henri Dunant, lahir 8 Mei 1828 – meninggal 30 Oktober 1910 pada umur 82 tahun, dikenal dengan nama Henry Dunant, adalah pengusaha dan aktivis sosial Swiss.
2. Ketika melakukan perjalanan untuk urusan bisnis pada tahun 1859, tepatnya tanggal tanggal 24 Juni 1859, dia menyaksikan akibat-akibat dari Pertempuran Solferino, sebuah lokasi yang dewasa ini merupakan bagian Italia.
3. Kenangan dan pengalamannya itu dia tuliskan dalam sebuah buku dengan judul A Memory of Solferino (Kenangan Solferino), yang menginspirasi pembentukan Komite Internasional Palang Merah (ICRC) pada tahun 1863. Konvensi Jenewa 1864 didasarkan pada gagasan-gagasan Dunant.
4. Pada tahun 1901, dia menerima Penghargaan Nobel Perdamaian yang pertama, bersama dengan Frederic Passy.
Frederic Passy |
Tulisan dan pidato Passy, menganjurkan perdamaian disetujui meluas. Pada 1909, ia menerbitkan Pour la Paix, Untuk Perdamaian, yang mendaftarkan sejumlah organisasi perdamaian dan arbitrase di mana saja ia terlibat.
Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa, dimana para pihak menyerahkan kewenangan kepada pihak yang netral, arbiter, untuk memberikan putusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar